Senin, 11 Mei 2009

sahabat, Saat itu Kita Dijinkan Untuk Bermimpi

Saat itu Kita Dijinkan Untuk Bermimpi

Aku masih ingat saat kita masih bisa tertawa bersama, kita masih bisa merasakan hembusan nafas teman yang ada di sebelah kita. Aku masih ingat dulu kita bisa merasakan detak jantung sahabat kita, mana kala kita berjalan beriringan. Dulu aku masih bisa meminjamkan pundakku untuk tempat bersandar bagi sahabat dekatku. Namun itu dulu.

Sekarang sepertinya kami sudah menemukan lintasan masa masing-masing. setiap dari kami bergelut dengan persoalan yang membelenggu waktu, kaki, tangan dan bahkan hati kami. Kawanku dulu adalah sahabatku,teman dekatku, karibku, dan bahkan saudaraku. Dan kini pun Kawanku masih tetap menjadi sahabatku. Bedanya sekarang kawanku menjadi sahabat dalam renungan dan lamunanku. Kawanku akan menjelma menjadi sahabat manakala aku dilanda rasa rindu yang mendendam. Dia akan menjelma menjadi reaksi kimia yang terjadi di otak dan bermetafora menjadi bayangan masa lalu dalam benakku.

Dulu, dimasa laluku, saat aku bersama sahabatku, kami saling membagi cinta, ya..cinta. Dan tawa kami adalah musik yang senantiasa menjadi sound track dalam kehidupan kami yang setiap detiknya dupenuhi warna.

" Hunmmm pedas..pedas. Masih berani menantang aku lagi Mas?"
Aku masih ingat ketika Alimah menantangku untuk mengabiskan Rujak buah yang benar-benar pedas. Pedas sekali kawan. sangat pedas. Mata kami berubah menjadi merah, muka kami merah, keringat mengucur..bukan lagi menetes, seperti penghabisan dari lari yang teramat sangat jauh. Dan kau tahu? padahal sambal untuk rujak buah itu teramat pedas. Aku tidak tahu apakah itu sambal atau benar-benar racun yang akan langsung mengkontaminasi pencernaan kami. kau tahu.. dengan pedas itu aku bisa mengingat temanku yang satu ini.

" Ya..Aku masih berani, masih mampu. Heeeee!!!!!" dan aku masih ingat denganmu kawan. karena pedas itu.

" Semangat, tapi aku benci Mas, aku benci...!!"
sahabatku Ida adalah sesuatu yang masih lekat dalam ingatanku. Sebuah elegi yang belum selesai demikian aku mengingatnya. Ida adalah cerminan dari semangat yang tidak pernah pudar. semangatnya yang mampu untuk mendirikan puing yang rubuh. bahkan aku masih takjub bagai mana gadis selemah dan se-elegi dia bisa memiliki semangat yang bahkan aku sendiri jarang memilikinya. kita adalah manusia dan sahabat yang saling mengerti dan mencoba untuk paham dengan sahabat karibnya.

Aku masih ingat betapa jengkel dan marahnya saat Alimah di teror cinta oleh Si Mamat. Pasalnya pesan cinta dari mamat menyebar di seabtero sekolahan. setiap anak di sekolahan tersebut pasti tahu tentang rahasia terdaklamnya si mamat.rntah apa memang di sendiri yang berniat untuk menyebarkannya atu memang ada mulut jahil dan usil yang membuat gosip, hingga ter expose sedemikian heboh. Aduh kasihan Alimah. dan lebih tragis lagi nasib si mamat yang yang harus di cueki oleh Alimah sepanjang hayatnya karena gayungnya tidak bersambut. kisah cintanya berakhir dengan tanggapan dingin dari bidadari yang di citainya. Kisah cinta yang harus berakhir saat akan di memcoba me mulai.

Dulu kami sering menghabiskan sore dengan ngobrol berjam-jam di ruang OSIS atau membahas kegiatan Palang Merah di ruang UKS, indah nian kawan. kalau aku mempumyai remot ajaib pasti aku ingin memutar mundur segala macam pengalaman hidup waktu itu.

dan sekarang entah aku harus biertanya kepada siapa tentang keberadaan mereka. aku takut waktu akan menikis segala kenagan sahabatku itu, aku takut umur akan membuatku pikun hingga aku akan lupa untuk sekedar mengeja nama-nama sahabatku itu. Aih.. pikiran yang teramat teragis.

Waktu itu kami masih di ijinkan untuk bermimpi kawan. kita diijinkan untuk bermimpi dan memiliki impian. Persahabatan kita pasti abadi kawan... seperti keabadian umur kita... entah nanti seberapa tua aku tetap bisa menjadikan kita sebagai seorang sahabat.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar